Langsung ke konten utama

Minimalisasi Plastik, sehingga Semesta pun Tersenyum

        Apakah kalian tahu, The Great Pacific Garbage Patch? The Great Pacific Garbage Patch adalah kumpulan sampah plastik yang mengambang di lautan antara Hawaii dan California, hingga terus membengkak hampir seluas daratan di Indonesia (1,9 juta km2). Kenyataan yang paling mengerikkan adalah bahwa sampah tersebut tidaklah berkurang, melainkan terus bertambah!

Laurent Lebreton dari The Ocean Foundation, Delfth, Belanda mengatakan bahwa konsentrasi plastik di lautan pasifik semakin memburuk dan mengkhawatirkan. Akumulasi plastik di kawasan tersebut disebabkan oleh arus yang mengumpul dan angin permukaan laut yang rendah. Dikutip dari BBC, 99,9% puing yang terdapat pada Samudera Pasifik adalah sampah plastik.

Nah, kalian pasti bertanya-tanya, dampak plastik di laut untuk kehidupan kita apa sih? Jadi, menurut Dr. Agung Dhamar Syakti, Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haja, seorang peneliti pencemaran laut mengatakan, bahwa di dalam sampah plastik yang resisten, terdapat bahan pembentuk plastik yang bersifat toksik. Sehingga, ketika jatuh ke dalam  laut, bahan toksik itu akan terserap oleh organisme. Selain itu, bahan kimia yang ada di permukaan plastik sebagai polutan seperti hidrokarbon juga terserap masuk sistem pencernaan organisme (Jaringan tubuh). Efek senyawa kimia plastik yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker) juga akan masuk ke dalam tubuh. WWF (World Wide Fund for Nature) mencatat di Amerika Serikat pada 1980-1994, asma pada balita meningkat sebesar 160 persen. Pada periode 1975-1999, kanker pada anak-anak meningkat sebesar 26 persen, dengan peningkatan terbesar pada kasus leukemia (62 persen) dan sistem syaraf (50 persen). Menurut The American Cancer Society, hanya 5 persen hingga 10 persen dari semua jenis kanker yang berasal dari faktor keturunan, selebihnya karena bahan kimia. Mengerikkan ya. Sampah plastik pun bisa membunuh satwa liar, sebab sangat bahaya bila menelan sampah, seperti mikro plastik berukuran kurang dari 5 milimeter. Plastik ini dapat menghalangi mulut satwa atau menumpuk di perut mereka. Jadi, mayoritas satwa mati secara perlahan dan menyakitkan. Burung laut pun sering salah mengira plastik terapung sebagai makanan. Sebuah studi tahun 2019 menemukan ada 20% kemungkinan burung laut akan mati setelah menelan satu benda dan meningkat menjadi 100% setelah mengkonsumsi 93 benda.

“Lalu, kenapa plastik tidak dibakar saja, supaya tidak terkumpul di laut?” Pertanyaan yang sangat bagus. Jadi, jika dibakar, kandungan hidrogen (Zat air) dan karbon (Zat arang)  pada sampah plastik bisa bercampur dengan zat klorida yang terkandung pada jenis sampah lainnya. Jika zat tersebut tercampur, maka akan menghasilkan zat berbahaya yaitu dioksin. Dioksin merupakan senyawa yang berdampak buruk pada kesehatan manusia, seperti saat kita menghirup udara yang terkontaminasi dengan dioksin, bisa menyebabkan batuk, kesulitan bernapas, dan  pusing. Jika hal ini terus berlanjut, paparan dioksin juga bisa memicu tumbuhnya sel kanker di dalam tubuh kita loh. Kemudian selain itu, Dioksin juga dapat mengganggu perkembangan sistem saraf dan kekebalan tubuh. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, kita harus mengutamakan sistem kekebalan tubuh kita. Tak hanya itu, hasil pembakaran pada sampah plastik tentunya juga mengandung emisi karbondioksida yang berpotensi untuk menipiskan lapisan ozon.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut, impor sampah plastik di Indonesia menimbulkan permasalahan, seperti yang terjadi di desa Tropodo, Sidoarjo, Jawa Timur. Masyarakat setempat membakar limbah plastik yang diimpor dari luar negeri kemudian menimbulkan asap dan abu sehingga berdampak pada kesehatan. Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar mengungkapkan, dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah secara eksplisit ditegaskan tidak diperkenankan untuk melakukan pembakaran sampah.

“Loh, jadi sampah plastik tidak boleh dibakar sama sekali? Terus, gimana dong?” Bukan tidak boleh dibakar sama sekali ya. Jadi, sampah plastik bisa dibakar dengan cara yang aman. Caranya yaitu dengan membakarnya dalam suhu di atas 600 derajat celsius. Sayangnya, pembakaran sampah yang dilakukan oleh masyarakat akan sulit mencapai suhu tersebut. Karena itulah, pembakaran sampah menjadi polusi besar dan menyebabkan munculnya zat-zat berbahaya. Untuk mendapatkan suhu pembakaran di atas 600 derajat celsius dibutuhkan alat khusus dan tidak sembarang orang bisa menggunakannya (Incinerator).

Terakhir namun bukan yang akhir, cara mengatasi sampah plastik yaitu dengan pengelolaan sampah, termasuk upaya pengelolaan sampah menjadi energi listrik (WtE) ataupun RDF (refuse derived fuel) dengan menjadikan sampah sebagai biomassa untuk bahan bakar, kemudian dengan daur ulang atau recycle, tidak membuang sampah sembarang, memilah sampah plastik, kertas, basah, dan sebagainya. Lalu, cara untuk meminimalisasi penggunaan plastik yaitu dengan menggunakan barang (botol, tempat makanan) yang tidaksekali pakai. Teman-teman, mari kita meminimalisasi plastik sehingga sehingga semesta bisa tersenyum dan makhluk hidup menjadi sejahtera.

Sumber :

https://www.beritasatu.com

https://www.bobo.grid.id

www.mongabay.co.id

www.kompasiana.com

Nama Penulis dan penyusun : Fitri Ambarwati (Fraivi)

Komentar

  1. Bagus infonya.. Menjawab pertanyaan yang akan di pikirkan dan memberitau cara mengatasinya...

    BalasHapus
  2. Kajian Antropo)-Ekologi good job Frai

    BalasHapus

Posting Komentar